A. Masalah Etika Dalam Bisnis
Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kategori yaitu: Suap (Bribery), Paksaan (Coercion), Penipuan
(Deception), Pencurian (Theft), Diskriminasi tidak jelas (Unfair
discrimination), yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Suap (Bribery), adalah tindakan berupa
menawarkan, memberi, menerima atau meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan
mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan kewajiban publik. Suap
dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli pengaruh. 'Pembelian'
itu dapat dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang atau barang, maupun
pembayaran kembali' setelah transaksi terlaksana. Suap kadangkala tidak mudah
dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat dengan mudah dimasukkan
sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah(gift) tidak selalu dapat disebut
sebagai suap, tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan oleh
pemberi hadiah.
2. Paksaan (Coercion), adalah tekanan,
batasan, dorongan dengan paksa atau dengan menggunakan jabatan atau ancaman.
Coercion dapat berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan,
atau penolakan industri terhadap seorang individu.
3. Penipuan (Deception), adalah tindakan
memperdaya, menyesatkan yang disengaja dengan mengucapkan atau melakukan
kebohongan.
4. Pencurian (Theft), adalah merupakan
tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak kita atau mengambil property milik
orang lain tanpa persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa property
fisik atau konseptual.
5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair
discrimination), adalah perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap
orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis kelamin,kewarganegaraan,
atau agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orangdengan setara tanpa
adanya perbedaan yang beralasan antara mereka yang 'disukai' dan tidak.
B. Pentingnya Etika dalam Dunia Bisnis
Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis
agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus
ditempuh?.Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala
cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian
suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor
perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi. Terjadinya perbuatan
tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi
sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up,ingkar janji, tidak
mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam
maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh
pengabaian para pengusaha terhadap etika bisnis. Sebagai bagian dari
masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata
hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itumembawa serta
etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara
sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam
hubungan langsungmaupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam
bisnis seperti itu dapatdilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud
dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak
hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi
dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah.
Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya
etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha
terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang
ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu
kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang
tertinggal dandirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum
mendapatkan perhatian yang seimbang. Salah satu contoh yang selanjutnya
menjadi masalah bagi pemerintah dan dunia usaha adalah masih adanya pelanggaran
terhadap upah buruh.
Hal ini menyebabkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar
internasional. Contoh lain adalah produk-produk hasil hutan yang mendapat
protes keras karena pengusaha Indonesia dinilai tidak memperhatikan
kelangsungan sumber alam yangsangat berharga.
Perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka
panjangdalam sebuah bisnis. Pentingnya etika bisnis tersebut berlaku
untuk kedua perspektif, baik lingkup makro maupun mikro, yang akan
dijelaskan sebagai berikut:
1.Perspektif Makro.Pertumbuhan suatu
negara tergantung pada market system yang berperan lebih efektif dan efisien daripada
command system dalam mengalokasikan barang dan jasa.
Beberapa
kondisi yang diperlukan market system untuk dapat efektif, yaitu:
(a) Hak memiliki danmengelola properti
swasta;
(b) Kebebasan memilih dalam perdagangan
barang dan jasa;dan
(c) Ketersediaan informasi yang akurat
berkaitan dengan barang dan jasa Jika salah satu subsistem dalam market system
melakukan perilaku yang tidak etis, maka hal ini akan mempengaruhi
keseimbangan sistem dan menghambat pertumbuhan sistem secara makro.
1. Pengaruh dari perilaku tidak etik
pada perspektif bisnis makro :
a. Penyogokan atau suap. Hal ini akan
mengakibatkan berkurangnya kebebasan memilihdengan cara mempengaruhi pengambil
keputusan.
b. Coercive act. Mengurangi kompetisi yang
efektif antara pelaku bisnis dengan ancamanatau memaksa untuk tidak berhubungan
dengan pihak lain dalam bisnis.
c. Deceptive informationd. Pecurian dan
penggelapane. Unfair discrimination.
2. Perspektif Bisnis Mikro.Dalam Iingkup
ini perilaku etik identik dengan kepercayaan atau trust. Dalam Iingkup mikro
terdapat rantai relasi di mana supplier, perusahaan, konsumen, karyawan
saling berhubungan kegiatan bisnis yang akan berpengaruh pada Iingkup
makro. Tiap matarantai penting dampaknya untuk selalu menjaga etika, sehingga
kepercayaan yang mendasari hubungan bisnis dapat terjaga dengan baik. Standar
moral merupakan tolok ukur etika bisnis.
Dimensi etik merupakan dasar kajian dalam pengambilan keputusan.Etika
bisnis cenderung berfokus pada etika terapan daripada etika normatif.
Dua prinsip yang dapat digunakan sebagai acuan dimensi etik dalam
pengambilan keputusan, yaitu:
(1) Prinsip konsekuensi (Principle of
Consequentialist) adalah konsep etika yang berfokus pada konsekuensi
pengambilan keputusan. Artinya keputusan dinilai etik atautidak berdasarkan
konsekuensi (dampak) keputusan tersebut.
(2) Prinsip tidak konsekuensi
(Principle of Nonconsequentialist) adalah terdiri dari rangkaian peraturanyang
digunakan sebagai petunjuk/panduan pengambilan keputusan etik dan
berdasarkanalasan bukan akibat, antara lain:
a) Prinsip Hak, yaitu menjamin hak asasi
manusia yang berhubungan dengan kewajiban untuk tidak saling melanggar hak
orang lain
b)
Prinsip Keadilan, yaitu keadilan yang biasanya terkait dengan isu hak,
kejujuran,dan kesamaan. Prinsip keadilan dapat dibagi menjadi tiga jenis
yaitu:
(1) Keadilan distributive, yaitu keadilan
yang sifatnya menyeimbangkan alokasi benefit dan beban antar anggota kelompok
sesuai dengan kontribusi tenaga dan pikirannya terhadap benefit. Benefit terdiri
dari pendapatan, pekerjaan, kesejahteraan, pendidikan dan waktu luang.
Beban terdiri dari tugas kerja, pajak dan kewajiban social.
(2)
Keadilan retributive, yaitukeadilan yang terkait dengan retribution (ganti rugi)
dan hukuman atas kesalahan tindakan. Seseorang bertanggungjawab atas
konsekuensi negatif atas tindakan yang dilakukan kecuali tindakan tersebut
dilakukan atas paksaan pihak lain.
(3)
Keadilan kompensatoris, yaitu keadilan yang terkait dengan kompensasi bagi
pihak yang dirugikan. Kompensasi yang diterima dapat berupa perlakuan medis,
pelayanan dan barang penebus kerugian. Masalah terjadi apabila kompensasi
tidak dapat menebuskerugian, misalnya kehilangan nyawa manusia. Apabila moral
merupakan suatu pendorong orang untuk melakukan kebaikan, maka etika
bertindak sebagai rambu-rambu(sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari
semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu
mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu)yang menjamin kegiatan bisnis yang
seimbang, selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat
membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good
conduct) yang harus selalu dipatuhidan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis
sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis
serta kelompok yang terkait lainnya. Tentu dalam halini, untuk mewujudkan etika
dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha,
pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar janganhanya satu pihak saja yang
menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan.
Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya
moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan
pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika
didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan
pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah
kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.